Selasa, 24 Desember 2013

Wafat karena Mendengar Ayat Tentang Azab

Abu al-Hasan Abdurrahman bin Ibrahim bin Muhammad bin Yahya berkata, aku mendengar ayahku berkata, aku mendengar Muhammad bin Ishaq as-Siraj berkata, aku mendengar Muhammad bin Khalaf berkata, Ya’qub bin Yusuf berkata, Al-Fudhail bin Iyadh ketika mengetahui bahwa putranya, Ali, berada di belakangnya, yakni dalam shalat, maka ia akan melewatkan dan tidak akan membaca ayat-ayat tentang siksa dan adzab yang membuat putranya menangis

Suatu hari Al-Fudhail bin Iyadh menyangka bahwa putranya tidak berada di belakangnya, sehingga ia membaca ayat ini (artinya), “Mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, kami telah dikuasai oleh keja-hatan kami, dan kami adalah orang-orang yang sesat.’ (Al-Mu’minun: 106) maka putranya pun menangis dengan tangisan yang membuat manusia yang mendengarnya menjadi ketakutan. dan apabila ia tahu bahwa putranya tidak berada di belakangnya, maka ia memilih bacaan al-Qur’an yang menceritakan tentang siksa dan adzab
namun suatu hari Al-Fudhail bin Iyadh membaca ayat ayat yang menceritakan tentang siksa dan adzab dan saat itu Al-Fudhail bin Iyadh tidak tahu bahwa anaknya berada di belakangnya maka seketika anaknya jatuh pingsan mendengar ayat tersebut. Ketika al-Fudhail mengetahui bahwa putranya berada di belakangnya dan jatuh pingsan, maka ia cepat-cepat menyelesaikan bacaannya. kemudian Al-Fudhail bin Iyadh membawa anaknya pergi kepada istrinya seraya berkata, “Lihatlah anakmu.” Ibunya datang lalu memercikan air padanya, lalu ia pun siuman. Ibunya berkata kepada al-Fudhail, “Engkau akan membunuh anakku ini.”
Beberapa waktu kemudian, karena menyangka putranya tidak berada di belakangnya, ia membaca ayat al qur'an yang artinya, ‘Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.’ (Az-Zumar: 47). Mendengar ayat tersebut, putranya jatuh pingsan.
kemudian Al-Fudhail bin Iyadh pun cepat-cepat menyelesaikan bacaannya. lalu istrinya pun mendatangi Al-Fudhail bin Iyadh, seraya berkata kepada Al-Fudhail bin Iyadh, “Lihatlah anakmu!” Lalu ibunya memercikan air kepada anaknya tersebut, ternyata ia sudah meninggal dunia karena bacaan dari Al-Fudhail bin Iyadh
begitulah cerita dari anak Al-Fudhail bin Iyadh yang hatinya begitu lembut dan cintanya begitu mendalam kepada rabbnya sehingga memunculkan rasa takut yang begitu besar kepada adzab dan siksaan yang berada di sisi rabbnya
sekarang tanyakanlah kepada diri kita masing masing sudah seberapa sering dan banyak ayat al qur'an yang melintasi telinga kita namun terkadang bacaan tersebut hanya melintas tak sampai dihati hati kita ! sekarang tanya kan lagi kepada diri kita masing masing apakah hati kita masih hidup di dalam rongga rongga dada kita atau dia telah mati dan mengeras sedangkan kita tidak tahu....

Minggu, 22 Desember 2013

Imunisasi Dalam Pandangan Syariat

Status halal-haram imunisasi dan vaksinasi menjadi perdebatan yang sengit dan bahkan “panas”. Bak di luar negeri maupun di Indonesia, terlebih lagi negara kita mayoritas muslim. Berikut sedikit pembahasan mengenai hal ini.

Setelah berkonsultasi dan berdiskusi dengan beberapa ustadz dan melihat beberapa fatwa ulama, hati kami merasa lebih tentram dengan condong bahwa imunisasi insyaAllah halal. Wallahu ‘alam, kami memang punya dasar pendidikan kedokteran, mungkin ada yang mengira kami terpengaruh oleh ilmu kami sehingga mendukung imunisasi dan vaksinasi. Akan tetapi, justru karena kami punya dasar ilmu tersebut, kami bisa menelaah lebih dalam lagi dan mencari fakta-fakta yang kami rasa lebih menentramkan hati kami. Berikut kami berusaha menjabarkannya dan menjawab apa yang menjadi alasan mereka menolak imunisasi.

Vaksin haram?

Ini yang cukup meresahkan karena Indonesia sebagian besar muslim. Namun mari kita kaji, kita ambil contoh vaksin polio atau vaksin meningitis dengan produksinya menggunakan enzim tripsin dari serum babi. Belakangan ini menjadi buah bibir karena cukup meresahkan jama’ah haji yang diwajibkan pemerintah Arab Saudi vaksin, karena mereka tidak ingin terkena atau ada yang membawa penyakit tersebut ke jama’ah haji di Mekkah.

Banyak penjelasan berbagai pihak, salah satunya dari Direktur Perencanaan danPengembangan PT. Bio Farma, Drs. Iskandar, Apt., M., mengatakan bahwa enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV).

“Air PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan najis, namun menjadi bersih dan halal setelah diproses. Iskandar melanjutkan, dalam proses pembuatan vaksin, tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik (enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisahsel/protein) .Pada hasil akhirnya (vaksin), enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian, dan penyaringan.” (sumber: http://www.scribd.com/doc/62963410/WHO-Batasi-Penggunaan-Babi-Untuk-Pembuatan-Vaksin)

Jika ini benar, maka tidak bisa kita katakan vaksin ini haram, karena minimal bisa kita kiaskan dengan binatang jallalah, yaitu binatang yang biasa memakan barang-barang najis. Binatang ini bercampur dengan najis yang haram dimakan, sehingga perlu dikarantina kemudian diberi makanan yang suci dalam beberapa hari agar halal dikonsumsi. Sebagian ulama berpendapat minimal tiga hari dan ada juga yang berpendapat sampai aroma, rasa dan warna najisnya hilang.

Imam Abdurrazaq As-Shan’ani rahimahullah meriwayatkan,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَحْبِسُ الدَّجَاجَةَ ثَلَاثَةً إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ بَيْضَهَا

“Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mengurung (mengkarantina) ayam yang biasa makan barang najis selama tiga hari jika beliau ingin memakan telurnya.” (Mushannaf Abdurrazaq no. 8717)

Kalau saja binatang yang jelas-jelas bersatu langsung dengan najis karena makanannya kelak akan menjadi darah daging bisa di makan, maka jika hanya sebagai katalisator sebagaimana penjelasan diatas serta tidak dimakan lebih layak lagi untuk dipergunakan atau minimal sama.

Perubahan Benda Najis atau Haram Menjadi Suci

Kemudian ada istilah (استحالة) “istihalah” yaitu perubahan benda najis atau haram menjadi benda yang suci yang telah berubah sifat dan namanya. Contohnya adalah kulit bangkai yang najis dan haram jika disamak menjadi suci atau ataupun khamr jika menjadi cuka maka menjadi suci misalnya dengan penyulingan. Pada enzim babi vaksin tersebut telah berubah nama dan sifatnya atau bahkan hanya sebagai katalisator pemisah, maka yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang.

Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan masalah istihalah,

وَاَللَّهُ – تَعَالَى – يُخْرِجُ الطَّيِّبَ مِنْ الْخَبِيثِ وَالْخَبِيثَ مِنْ الطَّيِّبِ، وَلَا عِبْرَةَ بِالْأَصْلِ، بَلْ بِوَصْفِ الشَّيْءِ فِي نَفْسِهِ، وَمِنْ الْمُمْتَنِعِ بَقَاءُ حُكْمِ الْخُبْثِ وَقَدْ زَالَ اسْمُهُ وَوَصْفُهُ،

“dan Allah Ta’ala mengeluarkan benda yang suci dari benda yang najis dan mengeluarkan benda yang najis dari benda yang suci. Patokan bukan pada benda asalnya, tetapi pada sifatnya yang terkandung pada benda tersebut (saat itu). Dan tidak boleh menetapkan hukum najis jika telah hilang sifat dan berganti namanya.” (I’lamul muwaqqin ‘an rabbil ‘alamin)

Percampuran benda najis atau haram dengan benda suci

Kemudian juga ada istilah (استحلاك) “istihlak” yaitu bercampurnya benda najis atau haram pada benda yang suci sehingga mengalahkannya sifat najis baik rasa, warna dan baunya. Misalnya hanya beberapa tetes khamr pada air yang sangat banyak. Maka tidak membuat haram air tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

“Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” (Bulughul Maram, Bab miyah no.2)

كَانَ اَلْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ – وَفِي لَفْظٍ: – لَمْ يَنْجُسْ

“jika air mencapai dua qullah tidak mengandung najis –diriwayat yang lain- tidak najis” (Bulughul Maram, Bab miyah no.5)

Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator yang sudah hilang melalui proses pencucian, pemurnian dan penyulingan sudah minimal terkalahkan sifatnya.

Jika Kita Berpendapat Vaksin Adalah Haram

Berdasarkan fatwa MUI bahwa vaksin haram tetapi boleh digunakan jika darurat. Bisa dilihat diberbagai sumber salah satunya cuplikan wawancara antara Hidayatullah dan KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Komisi Fatwa MUI halaman 23.

Berobat dengan yang Haram

Jika kita masih berkeyakinan bahwa vaksin haram, mari kita kaji lebih lanjut. Bahwa ada kaidah fiqhiyah,

الضرورة تبيح المحظورات

“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang”

Kaidah ini dengan syarat:

Tidak ada pengganti lainnya yang mubah
Digunakan sekadar mancukupi saja untuk memenuhi kebutuhan

Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji sesuai dengan syarat:

Saat itu belum ada pengganti vaksin lainnya

Adapun yang berdalil dengan daya tahan tubuh bisa dengan jamu, habbatussauda, madu (bukan berarti kami merendahkan pengobatan nabi dan tradisional), maka kita jawab itu adalah pengobatan yang bersifat umum tidak spesifik, sebagaimana jika kita mengobati virus tertentu, maka secara teori bisa sembuh dengan meningkatkan daya tahan tubuh, akan tetapi bisa sangat lama dan banyak faktor. Bisa saja ia mati sebelum daya tahan tubuh meningkat. Apalagi untuk jamaah haji syarat satu-satunya adalah vaksin.

Enzim babi pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar penggunaannya saja.

Jika ada yang berdalil dengan,

إن الله خلق الداء والدواء، فتداووا، ولا تتداووا بحرام

”Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram” (HR. Thabrani, hasan)

Maka, pendapat terkuat bahwa pada pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, dengan syarat:

Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
Tidak ada pengganti lainnya yang mubah

Hal ini berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,

إذا تعارض ضرران دفع أخفهما.

” Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan “

Dan Maha Benar Allah yang memang menciptakan penyakit pasti ada obatnya, tidak ada obatnya sekarang karena manusia belum menemukannya. Terbukti baru-baru ini telah ditemukan vaksin meningitis yang halal, dan MUI mengakuinya.

Bisa dilihat pernyataan berikut,

“Majelis Ulama Indonesia menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin yang halal menjadi tak berlaku lagi.”

”Titik kritis keharaman vaksin ini terletak pada media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar dengan najis babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa (20/7). (Sumber:http://kesehatan.kompas.com/)

Semoga kelak akan ditemukan vaksin lain yang halal misalnya vaksin polio, sebagimana usaha WHO juga mengupayakan hal tersebut. WHO yang dituduh sebagai antek-antek negara barat dan Yahudi, padahal tuduhan ini tanpa bukti dan hanya berdasar paranoid terhadap dunia barat. Berikut penyataannya,

“Menurut Neni (peneliti senior PT. Bio Farma), risiko penggunaan unsur binatang dalam pembuatan vaksin sebenarnya tidak hanyamenyangut halal atau haram. Bagi negara non muslim sekalipun, penggunaan unsur binatang mulai dibatasi karena berisiko memicu transmisi penyakit dari binatang ke manusia.

“WHO mulai membatasi, karena ada risiko transmisi dan itu sangat berbahaya. Misalnya penggunaan serumsapi bisa menularkan madcow (sapi gila),” ungkap Neni dalam jumpa pers Forum Riset Vaksin Nasional2011 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2011

(Sumber: http://www.scribd.com/doc/62963410/WHO-Batasi-Penggunaan-Babi-Untuk-Pembuatan-Vaksin)

Fatwa MUI pun tidak selamat, tetap saja dituduh ada konspirasi dibalik itu. Maka kami tanyakan kepada mereka,

“Apakah mereka bisa memberikan solusi, bagaimana supaya jama’ah haji Indonesia bisa naik haji, karena pemerintah Saudi mempersyaratkan harus vaksin meningitis saja jika ingin haji, hendaklah kita berjiwa besar, jangan hanya bisa mengomentari dan mengkritik tetapi tidak bisa memberikan jalan keluar.”

Agama islam adalah agama yang mudah dan tidak kaku, Allah tidak menghendaki kesulitan kepada hambanya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (Al-Hajj:78)

Fatwa Ulama Mengenai Kehalalan Vaksinasi-Imunisasi

Berikut fatwa- fatwa ulama:

1.Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah (Mufti Besar Kerajaan Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah)

Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal ini, “Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah?”

Beliau menjawab, “La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”

Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.

[sumber: www.binbaz.org]

2. Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahullah (Imam masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com)

Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan vaksin beliau menjawab. Rincian bagian ketiga yang sesuai dengan pembahasan imunisasi dengan bahan yang haram tetapi memberi manfaat yang lebih besar. Syaikh berkata, “Rincian ketiga: vaksin yang terdapat didalamnya bahan yang haram atau najis pada asalnya. Akan tetapi dalam proses kimia atau ketika ditambahkan bahan yang lain yang mengubah nama dan sifatnya menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan “istihalah”. Dan bahan [mubah ini] mempunyai efek yang bermanfaat.Vaksin jenis ini bisa digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan mengubah hukumnya menjadi mubah/boleh digunakan.” [Dirangkum dari sumber: http://www.islam-qa.com/ ]

3. Fatwa Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian. Dalam suatau fatwa disebutkan,

Pertama:

Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.

Kedua:

Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qath’i).

[Sumber: http://www.islamfeqh.com/]

Sabtu, 14 Desember 2013

DIALOG Dr. MUHAMMAD HASAN VS TAKFIRI

Dr. Muhammad Hasan menceritakan perbincangannya dengan dengan seorang pemuda yang keras (dalam ber-Islam):

Dr. Muhammad Hasan bertanya kepada pemuda itu, “Apakah meledakkan Klub malam di suatu negara muslim halal ataukah haram?”.

Pemuda itu menjawab, “Tentu saja halal, dan membunuh mereka pun diperbolehkan”.

Dr. Muhammad Hasan bertanya kembali, “Kalau kamu membunuh mereka yang bermaksiat, ke mana mereka akan kembali?”.

Pemuda itu menjawab, “Sudah pasti ke neraka”.

Lalu Dr. Muhammad Hasan bertanya lagi, “Sedangkan ke mana tujuan syaitan menggoda manusia?”.

Pemuda itu menjawab, “Pasti ke neraka juga”.

Dr. Muhammad Hasan pun berkata padanya, “Berarti kalian telah bersekutu dengan syaitan dalam satu tujuan yaitu menjerumuskan manusia ke dalam neraka!”.

Dr. Muhammad Hasan kemudian menyebutkan satu hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika ada jenazah orang Yahudi yang lewat di hadapannya kemudian Beliau menangis, maka para sahabat bertanya: “Apa yang membuatmu menangis ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku telah membiarkan satu orang masuk neraka…”.

Dr. Muhammad Hasan berkata pada pemuda itu, “Perhatikan perbedaan pola pikir kalian dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang berusaha untuk memberikan hidayah kepada manusia dan menyelamatkannya dari siksa Api neraka? Kalian di satu sisi, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Islam di sisi yang lain."

Islam itu indah, tidak perlu kekerasan...

Wallahu'alam bishowab..

By: Ust Hizbul Majid al Jawi