Senin, 12 Agustus 2013

Jika Lalat Hinggap di Minumanmu

عن أبي هريرة –رضي الله عنه- قال قال رسول الله –صلي الله عليه و سلم- ((إذا وقع الذباب في شراب أحدكم فليغمسه, ثم لينزعه, فإن في أحد جناحيه داء, و في الآخر شفاء))
أخرجه البخاري, و أبو داود, و زاد: ((و إنه يتقي بجناحيه الذي فيه الداء))
Dari Abu Hurairoh –radhiyallahu ‘anhu-, dia berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Jika lalat hinggap ke minuman salah seorang diantara kalian, maka hendaklah ia menenggelamkannya, kemudian buanglah (lalat tersebut), karena sesungguhnya di salah satu sayapnya ada penyakit, dan di sayap lainnya ada obat”. Dikeluarkan oleh Al Bukhori, dan Abu Dawud, dan dia (Abu Dawud) menambahkan, “Sesungguhnya ia menjaga sayap yang di dalamnya ada penyakit”

Derajat hadits:

Tambahan dari Abu Dawud derajatnya hasan

Faedah Hadits:

  1. Sucinya lalat baik dalam keadaan hidup maupun telah mati, lalat tersebut tidak menajisi benda-benda yang dihinggapinya baik cair maupun padat.

  2. Disunnahkannya menenggelamkan seluruh tubuh lalat ke dalam benda cair yang dijatuhi oleh lalat, kemudian diangkat dan dikeluarkan, lalu dimanfaatkan karena yang terjatuhi oleh lalat tersebut suci. Adapun jika yang terjatuhi oleh lalat tersebut benda padat maka buanglah bagian yang dijatuhi oleh lalat tersebut dan yang sekitarnya, sebab bagian sisanya (selain yang dibuang) dari zat padat tersebut tidak terkena penyakit.

  3. Bahwa di salah satu sayap lalat ada penyakit dan di sayap lain ada obat. Jika lalat menghinggapi minuman, ia akan mengangkat sayap yang ada obatnya dan memasukkan sayap yang ada penyakitnya ke dalam minuman untuk menjaga sentajanya yang Allah titipkan di sayapnya dari kerusakan, ini akan menjadi simpanan baginya dalam kehidupannya ketika ia membutuhkannya. Ini adalah hikmah Allah, Dia memerintahkan agar sayap yang ada obatnya ditenggelamkan untuk menetralkan penyakit pada satu sayap tersebut.
    Adapun membuang minuman (setelah kemasukan lalat), maka ini termasuk menyia-nyiakan harta, dan syariat Islam bukanlah semata untuk satu zaman saja atau untuk satu suku bangsa saja, lagipula minuman selalu sangat berharga di zaman kapanpun dan di tempat manapun, dan bagi suku bangsa mana saja.

  4. Di hadits ini terdapat mukjizat ilmilah. Dalam pengetahuan modern telah digunakan mikroskop dan alat-alat lainnya sehingga menemukan bukti ilmiah adanya obat yang berbahaya di salah satu sayap lalat, dan menemukan adanya obat yang dapat menetralisir pada sayap lainnya. Syariat Allah memiliki rahasia-rahasia.

  5. Para ulama menganalogikan kesucian lalat dengan seluruh jenis serangga yang tidak memiliki peredaran darah lalu mereka menghukumi kesuciannya dan tidak najis minuman atau makanan yang dihinggapi serangga-serangga tersebut baik makanannya itu banyak maupun sedikit. Hal itu karena penyebab najis tersebut adalah darah yang mengalir setelah kematiannya, dan sebab ini tidak ditemukan pada hewan yang tidak memiliki peredaran darah seperti lebah, nyamuk, serta jenis-jenis serangga lainnya.

Bantahan terhadap tuduhan orang-orang zindiq tentang hadits ini



Sebagian orang zindiq mencela hadits ini, bahkan tuduhan demi tuduhan ditujukan kepada Abu Hurairoh –radhiyallahu ‘anhu-, diantara mereka adalah Mahmud Abu Rayah di dalam kitabnya yang dia namai “Adwa’u ‘alas sunnah al mahmudiyyah”. Hal ini telah dibantah oleh Syaikh Al Alamah Abdurrahman bin Yahya Al Mu'allimi di kitab beliau “Anwaarul Kaasyifah”, beliau berkata, “Terdapat di kitab yang disusun oleh Abu Rayah, ketika aku meneliti dan mengkajinya aku menemukan sekumpulan kalimat yang mencela sunnah nabi”. Jawaban dari celaan hadits (tentang lalat) ini kami rangkum berikut ini:

  • Pertama, hadits ini adalah diantara hadits yang dipilih oleh Imam Al Bukhori untuk kitab Shahih Bukhorinya. Cukuplah dengan pilihan Imam Al Bukhori yang mulia ini dan kitab shahihnya yang disepakati oleh umat atas keshahihannnya untuk kita terima dan kita jadikan sandaran hujjah dan amalan.

  • Kedua, hadits tentang lalat ini tidak diriwayatkan oleh Abu Hurairoh sendirian, melainkan juga diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri, dan Anas bin Malik, sebagaimana yang ada di Musnad Imam Ahmad

  • Ketiga, Siapa yang paling hafal terhadap hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- banyak nukilan haditsnya? Dialah (Abu Hurairoh –radhiyallahu ‘anhu-) yang mendapat doa dari nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan hafalan yang kuat. Dialah yang menghabiskan usianya untuk menghafal hadits. Tidak ada cocok tanam yang menyibukkan dirinya atau perdangangan yang melalaikannnya. Hanyalah siang dan malamnya ia memperhatikan hikmah dari apa yang disabdakan oleh nabi –shallallallahu ‘alaihi wa sallam- , kemudian ia bergadang pada malam harinya untuk menghafal dan memantapkannya.

  • Keempat, Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al Mu'allimi berkata, “Para ahli kedokteran menyadari bahwa tidak semua ilmu yang mereka ketahui, mereka senantiasa menyingkap dan meneliti sesuatu demi sesuatu. Lalu dengan keimanan apa Abu Rayah dan kawan-kawannya menentang bahwa Allah telah memberi tahu Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang suatu perkara yang belum berhasil disingkap oleh ilmu kedokteran. Padahal Allah lah pencipta kedokteran dan Dia-lah penetap syariat.

  • Kelima, Para ahli kedokteran modern telah menemukan adanya penyakit di satu saya lalat dan di sayap lain ada obatnya, dengan ini –Alhamdulillah- jelaslah kebenaran, dan siapakah perkataannya yang lebih benar dibanding Allah?
Sumber: Kitab Taudhihul Ahkam, Syarh Bulughul Marom, oleh Syaikh Al Bassam

Selasa, 06 Agustus 2013

nasihat perpisahan di akhir ramadhan

saudaraku sedang apakah kalian hari ini? mempersiapkan baju yang indah kah untuk hari esok yang belum pasti datangnya, atau sedang berbelaja bersama keluarga dan menyusun banyak rencana untuk menanti matahari yang esok akan terbit dan akan siap naik ke singgah sananya....

wahai saudariku apa kalian bahagia menyambut hari raya ied besok? apakah kalian senang untuk berpisah dengan bulan ramadhan yang mungkin saja ini adalah perpisahan terakhir kita dengannya...



Wahai para hamba Alloh!
Berfikirlah tentang cepatnya berlalu siang dan malam. Dan ketahuilah bahwa umur kalian berkurang seiring dengan berlalunya siang dan malam. Dan lembaran-lembaran amal kalian telah dibalik seiring dengannya, maka bersegeralah bertaubat dan mengerjakan amal sholih sebelum habisnya kesempatan yang ada.



Wahai para hamba Alloh!
Beberapa saat yang lalu kalian menyambut datangnya bulan Ramadhan yang penuh berkah, dan pada hari ini kalian akan berpisah dengannya yang akan pergi meninggalkan kalian dengan apa-apa yang kalian tinggalkan padanya, ia akan menjadi saksi atas kalian terhadap apa-apa yang telah kalian amalkan, maka bergembiralah bagi siapa yang bulan Ramadhan menjadi saksi atas kebaikannya di sisi Alloh, yang akan menjadi pemberi syafa’at baginya untuk memasuki surga dan dibebaskannya dari neraka. Dan celakalah bagi siapa yang bulan Ramadhan menjadi saksi atas keburukan perbuatannya, yang ia (bulan Ramadhan,pent) pun mengeluh kepada Robb-Nya tentang sikap peremehannya dan penyia-nyiaannya terhadap bulan Ramadhan.

Maka berpisahlah dengan bulan Ramadhan dan Qiyam Ramadhan dengan sebaik-baik penutup. Barang siapa yang telah berbuat kebaikan dalam bulan Ramadhan, maka hendaklah ia menyempurnakannya. Dan barangsiapa yang telah berbuat buruk di bulan ini, maka hendaknya ia bertaubat dan mengerjakan amal sholeh di hari-hari yang tersisa, karena bisa jadi bulan Ramadhan tidak kembali kembali lagi padanya setelah tahun ini, Maka tutuplah Ramadhan dengan kebaikan dan teruskanlah mengerjakan amal sholeh yang telah kalian kerjakan di dalamnya di sisa-sisa bulan ini, sesungguhnya pemilik bulan ini adalah satu dan Dia mengawasi dan menyaksikan kalian. Dan Dia telah memerintahkan kalian untuk taat kepadanya seumur hidup. Barang siapa yang menyembah bulan Ramadhan, sesungguhnya bulan Ramadhan telah berlalu dan hilang. Dan barang siapa yang menyembah Alloh maka sesungguhnya Alloh itu Maha Hidup dan tidak akan mati, maka teruskanlah beribadah kepada-Nya di setiap waktu.
begitulah sepenggal nasihat dari syeikh sholeh fauzan



wahai saudaraku ku ceritakan kepadamu tentang perkataan orang orang terdahulu sebelum kamu di akhir ramadhan ini yaitu perkataan ‘Umar bin ‘Abdul Aziz berikut tatkala beliau berkhutbah pada hari raya Idul Fithri, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian orang orang yang telah mendahului kalian mereka malah bersedih ketika hari raya Idul Fithri. Dikatakan kepada mereka, “Sesungguhnya hari ini adalah hari penuh kebahagiaan.” Mereka malah mengatakan, “Kalian benar. Akan tetapi aku adalah seorang hamba. Aku telah diperintahkan oleh Rabbku untuk beramal, namun aku tidak mengetahui apakah amalan tersebut diterima ataukah tidak.”
Itulah kekhawatiran mereka . Mereka begitu khawatir kalau-kalau amalannya tidak diterima. Namun berbeda dengan kita yang amalannya begitu sedikit dan sangat jauh dari amalan mereka. Kita begitu “pede” dan yakin dengan diterimanya amalan kita. Sungguh, teramatlah jauh kita dengan mereka.

Senin, 05 Agustus 2013

minal Aidin wal Faizin?

Apa arti “Minal ‘Aidin wal Faizin”?

Tidak terasa kita sudah memasuki akhir bulan Ramadhan. Kalau besok malam hilal sudah terlihat dan dan diitsbat oleh pemerintah, maka insyaAllah besok kita akan merayakan hari raya Idul Fithri.

Meski demikian ucapan selamat, baik lewat SMS, email, facebook dan media lainnya mulai kita terima. Di antaranya ada yang menggunakan ungkapan Minal ‘Aidin wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin,

Ucapan minal ‘aidin wal faizin sering sekali dijadikan ungkapan selamat dalam hari raya Idul Fitri di negeri kita. Namun, tahukah Anda apa artinya? Atau jangan-jangan Anda mengira arti minal ‘aidin wal faizin adalah mohon maaf lahir dan batin?

Entah darimana asal ungkapan ini, namun yang jelas ini sudah disebut-sebut dalam syair lagu Ismail Marzuki (w. 1958),

Minal Aidin Wal Faizin
Maafkan lahir dan batin
Selamat para pemimpin
Rakyatnya makmur terjamin

Ini bukan berarti saya mengajak anda bernyanyi. Tidak sama sekali. Saya hanya ingin menunjukkan bahwa ungkapan ini sudah dipakai jauh sebelum Anda lahir, namun tetap saja masih banyak orang yang belum tahu apa maknanya.

Sekarang coba kita perhatikan. Minal ‘aidin wal faizin bila ditulis dengan tulisan arab menjadi,

من العائدين والفائزين

Artinya secara leterleks adalah

“Termasuk orang yang kembali (merayakan hari raya i’ed) dan orang-orang yang menang.”.

Mungkin yang diinginkan adalah sebuah doa bagi yang mendapat ucapan selamat,

“Semoga Anda termasuk orang yang kembali (merayakan hari raya i’ed) dan orang-orang yang menang.”

Jadi, jangan salah mengartikan dengan “Mohon maaf lahir dan batin” lagi.

Seperti yang telah disebutkan di atas, ucapan ini begitu popular di Indonesia. Bagaimana di negeri lain? Sejauh pengamatan saya, kaum muslimin di luar negeri tidaklah mempergunakan ucapan ini untuk mengungkapkan selamat idul fitri. Mereka biasa menggunakan, “Eid mubarak!” atau “Eid Sa’id”, bukan “Minal a’idin wal faizin,” walaupun di Malaysia dan Singapura mereka juga mengucapkan, “Maaf zahir batin.”

Nah sekarang dari sisi syar’inya, apakah ucapan ini diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Kalau tidak, bagaimanakah cara mengucapkan selamat Idul Fitri yang benar?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah salah seorang ulama besar Islam ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab [Majmu Al-Fatawa 24/253] : “Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Id:

تقبل الله منا ومنكم

Taqabbalallahu minnaa wa minkum. (yang artinya): Semoga Allah menerima (ibadah) dari kami dan dari kalian”

Al Hafizh Ibnu Hajar, salah seorang ulama mazhab Asy Syafi’i juga pernah menyampaikan bahwa para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minkum (تقبل الله منا ومنكم) (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)”.

Dan didapati pula bahwa mereka membalasnya dengan ucapan yang serupa.

Inilah yang dicontohkan oleh generasi Islam yang tentunya lebih untuk kita ikuti.

Wallahu a’lam bis shawab,

Minggu, 04 Agustus 2013

SEPENGGAL KISAH DARI SURIAH


Fadhil,salah satu mujahidin dan ksatria pemberani dari kota ini.

Aku mengenalnya belum lama.Mimik wajah yang berseri-seri,semangatnya dalam berbicara,tutur kata yang lembut,kepolosan,kejujuran dan perhatiannya membuatku selalu merindukan kehadirannya.
Entahlah ada perasaan dekat yang kurasakan berbeda dengan kawan-kawan lainnya.

Kemarin siang ia terlihat pincang dan terseok ketika kami hendak beranjak pulang dari masjid.
Kutanyakan apakah ia sakit atau terjatuh ? Dia menggeleng pelan,"tidak,tidak apa-apa.."
Ku tidak puas dengan jawabannya.Kukejar kembali matanya agar tidak menyembunyikan sesuatu dariku.
Dia menjawab dengan santai,perlahan namun terdengar begitu jujur.

"Dulu aku adalah pasukan rezim basshar namun aku ber-aqidah Ahlus Sunnah.Sekitar satu setengah tahun yang lalu ku mendapat titah dari komandan untuk berangkat ke luar kota untuk menyerang Ahlus Sunnah dan mujahidin di sana."

"Lalu..???",potongku tak sabar.

"Kuputuskan untuk mematahkan kakiku."jawabnya singkat.

Deg ! Sejenak ku tak bisa berkata-kata.Ada petir yang menggelegar di telingaku barusan.Kuulangi pertanyaanku barangkali aku yang salah dengar.

Dia menjawab dengan kalimat yang sama."Kuputuskan untuk mematahkan kakiku.Agar aku mendapat alasan untuk tidak berangkat."

Sampai sini lidahku menjadi kelu.Mataku mulai terasa lembab.Ku tak percaya !
Kupastikan ia benar-benar sadar menjawabnya.Kupastikan ia adalah sahabatku,Fadhil.
Ya Allah !...ia benar benar Fadhil yang kukenal.
ia hanya tersenyum melihatku keheranan seperti itu.

"Kumengambil sebilah tongkat kayu,kemudian kupukulkan ke punggung telapak kaki ku.Hasil foto rontgen positif,kedua-duanya remuk,patah."

Sambil berusaha melogiskan semua kalimat-kalimatnya itu kusempatkan bertanya kembali,"Saat kau memukulkan tongkat itu,apa yang kau rasakan ??pasti sakit sekali kan?? kau meggunakan suntik bius ??."cecarku tak beraturan.

Lagi-lagi ia hanya tersenyum kemudian menjawab keherananku sembari menepuk pundakku,"tidak,aku tidak menggunakan bius apa-apa."Sejenak kemudian dia menghela nafas panjang dan melanjutkan,"Itu lebih baik daripada kuharus membunuh Ahlus Sunnah."

Ah...Aku tidak kuat ! Kupalingkan mukaku darinya sejenak agar tak melihat bendungan air di mataku.

Oleh karenanya lah kuterisak dalam tangisan hebat tadi pagi.
Kumenangis sejadi-jadinya.Haru,salut,dan bangga padanya.
Ku malu melihat diriku seolah sudah mempersembahkan yang terbaik pada agama ini.
ku malu padanya.Ia rela menyakiti dirinya sendiri asalkan ia tidak menyakiti saudaranya sesama Ahlus Sunnah.
Ku malu,ku tak ada apa-apanya dibanding pengorbanannya.

Allahu Akbar ! Maha suci Engkau ya Allah..
Maafkanlah hamba-Mu yang Ujub dengan amalnya ini.

(Copas : Musa Attamimy )

Sabtu, 03 Agustus 2013

MENYINGKAP HAKEKAT PERAYAAN NATAL

Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya. Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Dimana kita ketahui bahwa abad ke-l sampai abad ke-4 M dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.

Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day=hari) yaitu kelahiran Dewa Mataharitanggal 25 Desember.
Maka supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya / penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).
Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan:
  • Pertama, hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada Sabtu.
  • Kedua, lambang dewa matahari yaitu sinar yang bersilang dijadikan lambang Kristen.
  • Ketiga, membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.
Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke- 4 Masehi, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katholik. Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar Konstantin dengan agama paganisme politheisme nenek moyang.
Demikian asal-usul Christmas atau Natal yang dilestarikan oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia sampai sekarang.
Darimana kepercayaan paganis politheisme mendapat ajaran tentang Dewa Matahari yang diperingati tanggal 25 Desember?
Mari kita telusuri melalui Bibel maupun sejarah kepercayaan paganis yang dianut oleh bangsa Babilonia kuno didalam kekuasaan raja Nimrod (Namrud). H.W. Armstrong dalam bukunya The Plain Truth About Christmas, Worldwide Church of God, Calofornia USA, 1994, menjelaskan:
Namrud cucu Ham, anak nabi Nuh adalah pendiri sistem kehidupan masyarakat Babilonia kuno. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “Marad”yang artinya: “Dia membangkang atau Murtad antara lain dengan keberaniannya mengawini ibu kandungnya sendiri bernama “Semiramis”.
Namun usia Namrud tidak sepanjang ibu sekaligus istrinya. Maka setelah Namrud mati Semiramis menyebarkan ajaran, bahwa roh Namrud tetap hidup selamanya, walaupun jasadnya telah mati. Maka dibuatlah olehnya perumpaan pohon “Evergreen” yang tumbuh dari sebatang kayu mat’s.
Maka untuk memperingati kelahirannya dinyatakan bahwa Namrud selalu hadir di pohon Evergreen dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. Sedangkan kelahiran Namrud dinyatakan tanggal 25 Desember. Inilah asal-asul pohon Natal.
Lebih lanjut Semiramis dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia, kemudian Namrud dipuja sebagai “anak suci dari surga”.
Putaran jaman menyatakan bahwa penyembah berhala versi Babilonia ini berubah menjadi“Mesiah palsu”, berupa dewa “Ba-al” anak dewa matahari dengan obyek penyembahan“Ibu dan Anak” (Semiramis dan Namrud) yang lahir kembali. Ajaran tersebut menjalar ke negara lain: Di Mesir berupa “Isis dan Osiris”, di Asia bernama “Cybele dan Deoius”, di Roma disebut “Fortuna dan Yupiter”. Bahkan di Yunani, “Kwan Im” di Cina, Jepang, dan Tibet, India, Persia, Afrika, Eropa, dan Meksiko juga ditemukan adat pemujaan terhadap dewa “Madonna” dan Iain-Iain.
Dewa-dewa berikut dimitoskan lahir pada tanggal 25 Desember, dilahirkan oleh gadis perawan (tanpa bapak), mengalami kematian (salib) dan dipercaya sebagai Juru Selamat (Penebus Dosa):
  1. Dewa Mithras (Mitra) di Iran, yang juga diyakini dilahirkan dalam sebuah gua dan mempunyai 12 orang murid. Dia juga disebut sebagai Sang Penyelamat, karena ia pun mengalami kematian, dan dikuburkan, tapi bangkit kembali. Kepercayaan ini menjalar hingga Eropa. Konstantin termasuk salah seorang pengagum sekaligus penganut kepercayaan ini.
  2. Apollo, yang terkenal memiliki 12 jasa dan menguasai 12 bintang/planet.
  3. Hercules yang terkenal sebagai pahlawan perang tak tertandingi.
  4. Ba-al yang disembah orang-orang Israel adalah dewa penduduk asli tanah Kana’an yang terkenal juga sebagai dewa kesuburan.
  5. Dewa Ra, sembahan orang-orang Mesir kuno; kepercayaan ini menyebar hingga ke Romawi dan diperingati secara besar-besaran dan dijadikan sebagai pesta rakyat.
Demikian juga SerapsisAttisIsisHorusAdonisBacchusKrisnaOsirisSyamas,Kybele dan lain-lain. Selain itu ada lagi tokoh/pahlawan pada suatu bangsa yang oleh mereka diyakini dilahirkan oleh perawan, antara lain Zorates (bangsa Persia) dan Fo Hi(bangsa Cina). Demikian pula pahlawan-pahlawan Helenisme: AgisCelomenesEunus,SoluiusAristonicusTibariusGrocecusYupiterMinersaEaster.
Jadi, Konsep bahwa Tuhan itu dilahirkan seorang perawan pada tanggal 25 Desember, disalib/dibunuh kemudian dibangkitkan, sudah ada sejak zaman purba.
Konsep/dogma agama bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan mempunyai tiga pribadi, dengan sangat mudahnya diterima oleh kalangan masyarakat Romawi karena mereka telah memiliki konsep itu sebelumnya. Mereka tinggal mengubah nama-nama dewa menjadi Yesus. Maka dengan jujur Paulus mengakui bahwa dogma-dogma tersebut hanyalah kebohongan yang sengaja dibuatnya. Kata Paulus kepada jemaat di Roma:
Tetapi jika kebesaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliannya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? (Roma 3:7).
Mengenai kemungkinan terjadinya pendustaan itu, Yesus telah mensinyalir lewat pesannya:
Jawab Yesus kepada mereka : Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaku dan berkata Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang”. (Matius 24:4-5)
Sumber-sumber Kristen yang Menolak Natal
1. Catolic Encyclopedia, edisi 1911 tentang Christmas: “Natal bukanlah upacara gereja yang pertama … melainkan ia diyakini berasal dari Mesir, perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.”
Dalam buku yang sama, tentang “Natal Day” dinyatakan sebagai berikut:
“Di dalam kitab sue/ tidak ada seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus.
Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.”

2. Encyclopedia Britanica, edisi 1946 menyatakan: “Natal bukanlah upacara gereja abad pertama, Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.”
3. Encyclopedia Americana, edisi tahun 1944, menyatakan: “Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut…” (Perjamuan Suci, yang termaktub dalam kitab Perjanjian Baru hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus) .. Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai diresmikan pada abad ke-4 M. Pada abad ke-5 M. Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari”. Sebab tidak seorangpun mengetahui hari kelahiran Yesus.”
Disalin secara utuh dari buku “Perayaan Natal 25 Desember Antara Dogma dan Toleransi” (hal. 27-35) Penulis: Hj. Irena Handono. Penerbit: Bima Rhodeta (cet.ke-VI Feb 2004)
Abu Sahal – 19 Desember 2011
Keterangan: * Beliau adalah seorang mantan Biarawati yang pernah belajar Filsafat Theology Katholik (Seminari Agung) dan matan Ketua Legio (Laskar) Maria yang telah mendapatkan hidayah Allah untuk memeluk Islam.
Saat ini beliau adalah Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Muslimat Indonesia – Sebuah Ormas Perempuan Muslim Independent, Lintas Golongan, Ras dan Suku. Program utama organisasi ini adalah membentengi umat dari bahaya pendangkalan Aqidah Islam dan bahaya Pemurtadan.
Beliau juga aktif melakukan dakwah, khususnya membina para muallaf – sebuah dunia yang pernah dialaminya sendiri.
video bisa dilihat disini
http://www.youtube.com/watch?v=MTQ0GcI4y_Y

Jumat, 02 Agustus 2013

SURAT KECIL UNTUKMU WAHAI SAUDARIKU


(Baituna: Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI)
Dewasa ini muncul busana muslimah dengan beragam corak dan mode. Bahkan terpajang di outlet-outlet penjualan yang biasanya dipenuhi baju-baju pengumbar aurat. Namun, kebanyakan busana-busana muslimah tersebut masih mempertontonkan lekuk tubuh, sempit, lagi ketat. Demikian pula aneka jilbab gaul dengan desain seperti topi yang hanya menutupi rambut belaka.
Di sisi lain, busana muslimah hanya dipakai dalam acara-acara tertentu atau kegiatan keagamaan. Misalnya hanya ketika shalat, seorang wanita muslimah berusaha menutupi tubuhnya dari atas sampai bawah sehingga rambut dan kaki tidak terlihat. Namun, begitu salam telah diucapkan, maka keadaannya akan kembali seperti semula.
Mereka keluar rumah dengan mengenakan baju yang mereka sangka telah berdasarkan aturan Islam, akan tetapi kenyataannya tidak memenuhi syarat untuk menutupi aurat. Sehingga masuklah mereka ke dalam kategori “berbusana tetapi telanjang”. Seolah-olah menutup aurat hanya wajib ketika shalat semata atau sekedar kulit tidak terlihat lagi oleh mata lelaki lain. Wa ilallâhil musytaka (kepada Allâh Ta'âla lah tempat pengaduan).
إِذَا الْـمَرْأُ لَـمْ يَلْبِسْ لِبَاسًا مِنَ التُّقَى
تَقَلَّبَ عُرْيَانًا وَإِنْ كَانَ كَاسِيًا
وَ خَيْرُ لِبَاسِ الْـمَرْءِ طَاعَةُ رَبِّهِ
وَ لاَ خَيْرَ فِـيْمَنْ كَانَ عَاصِيًا
Apabila seseorang tidak mengenakan baju ketakwaan,
ia menjelma menjadi manusia telanjang kendati tubuhnya tertutupi.
Sebaik-baik pakaian adalah ketaatan kepada Rabbnya,
tiada kebaikan pada orang yang berbuat kemaksiatan.
RAHMAT ISLAM BAGI KAUM WANITAKandungan ajaran Islam, secara khusus sangat memuliakan derajat kaum wanita setelah pada zaman jahiliyah berada dalam level yang sangat rendah dan hak-haknya terinjak-injak. Islam menetapkan aturan-aturan bagi dua jenis manusia, lelaki dan wanita sesuai dengan kodratnya. Islam juga menyamakan kedudukan lelaki dan wanita dalam persoalan-persoalan tertentu, dengan berkaca pada hikmah Allâh Ta’ala.
Aspek-aspek perbedaan antara keduanya pun diakomodasi dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Konsistensi kaum muslimah dalam menjalankan syariat Allâh, adab-adab Islam dan moralitasnya, itulah metode paling utama dan sarana terpenting bagi pemberdayaan kaum wanita dalam pembangunan umat dan kemajuan peradaban. Hal ini telah dibuktikan oleh sejarah, sehingga semestinya memperoleh dukungan dan penghargaan dari seluruh umat Islam.
SLOGAN-SLOGAN MENYESATKAN BAGI KAUM MUSLIMAHPara musuh Islam sangat berkepentingan terhadap penyelewengan kaum muslimah. Pasalnya, mereka mengetahui benar posisi strategis seorang wanita muslimah dalam pembinaan dan pembentukan generasi Islam yang kuat.
Melalui corong-corong (media massa) yang ada di negeri-negeri muslim, para musuh Islam itu melontarkan slogan-slogan yang bombastis, dalam rangka mengenyahkan kaum muslimah dari kesucian, benteng kehormatan dan peran penting pembinaan umat.
Dengan mengatas namakan tahrîrulmar‘ah (kebebasan bagi kaum Hawa), arraghbah filistifâdah min thâqatil mar‘ah (pemberdayaan kaum wanita), inshâfulmar‘ah (keadilan bagi kaum wanita/emansipasi) dan slogan-slogan yang berdalih modernisasi, para musuh Islam dan antek-anteknya mencoba memperdaya kaum muslimah.
Slogan-slogan dan propaganda-propaganda ini diarahkan kepada satu tujuan. Yakni menyeret kaum wanita Islam keluar dari manhaj syar’i, dan menyodorkannya kepada ancaman eksploitasi aurat, kenistaan, kehinaan dan fitnah. Sebagian dari kalangan muslimah ada yang bertekuk lutut menghadapi propaganda yang tampaknya baik, yakni untuk mengentaskannya dari “penderitaan”. Demikian yang dipersepsikan oleh kaum propagandis, baik dari kalangan sekularis maupun liberalis.
Orang-orang semacam ini, yang menjauhi syariat Allâh terancam dengan kehidupan yang sempit lagi menyesakkan.
Allâh Ta'âla berfirman:

Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(Qs Thâhâ/20:124)
TRAGEDI PELUCUTAN DAN PEMBAKARAN BUSANA MUSLIMAHGerakan “pembebasan” wanita sering unjuk gigi menggalang dukungan untuk menjauhkan kaum muslimah dari jati dirinya yang terhormat. Mereka melakukan demonstrasi dan menolak aturan yang menjaga kehormatan wanita. Hal itu bukan baru muncul belakangan ini, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak tahun 1919 M.
Pada waktu itu muncul demonstrasi kaum muslimah di Mesir tanggal 12 Maret 1919 di bawah komando Huda Sya’rawi untuk bersama-sama melepaskan hijab (pakaian muslimah yang sempurna). Ia adalah wanita Arab pertama yang melepaskan hijab. Selanjutnya, ia diikuti oleh istri Sa’ad Zaghlul. Wanita ini bersama wanita-wanita yang sudah terperdaya melepaskan hijab dan menginjak-injaknya. Dan kisah ini berakhir dengan pembakaran baju-baju yang menjadi identitas kaum muslimah tersebut.
Kebebasan yang mereka tuju, sebenarnya malah menjerumuskan mereka dalam kenistaan. Pasalnya, tindakan tersebut merupakan awal tercampaknya kehormatan dan keutamaan mereka.
PERLAKUAN ISLAM DAN MUSUH ISLAM TERHADAP MUSLIMAHAllâh Ta'âla menciptakan wanita sebagai sumber ketenangan bagi lelaki dan menjadikannya sebagai tempat penyemaian benih. Seorang wanita juga bertanggung-jawab atas rumah suaminya. Allâh Ta'âla mentakdirkannya untuk mengandung dan bertugas mendidik anak-anak. Lantaran sedemikian besar dan berat tanggung jawab tersebut, maka Allâh Ta'âla memberikan tanggung jawab kepada kaum lelaki untuk memimpin dan membimbing wanita.
Sementara itu, kaum kuffar Jahiliyyah sangat membenci keberadaan wanita di tengah mereka. Bahkan ketika seorang anak perempuan lahir, tindakan yang mereka ambil, ialah membunuh dengan cara sadis atau menguburkannya hidup-hidup. Atau membiarkannya dalam keadaan nista. Pada masa itu, wanita pun tidak mempunyai hak waris, pendapatnya tidak pernah diperhatikan. Adapun seorang lelaki, ia boleh menikahi wanita manapun yang diinginkannya. Dia pun bebas untuk menyatukan banyak wanita di pelukannya, dan bahkan bebas untuk berbuat tidak adil kepada istri-istrinya.
Kemudian Islam datang untuk menyelamatkan kaum wanita dari kezhaliman masa Jahiliyah dan memberinya hak waris. Lelaki hanya boleh menikahi sampai empat wanita saja, dengan syarat sanggup berbuat adil kepada istri-istrinya. Jika tidak mampu, maka hanya boleh menikahi satu wanita saja.
Pandangan kaum kuffar zaman ini terhadap wanita sama saja dengan masa lampau. Mereka ingin agar kaum wanita menangani pekerjaan-pekerjaan kaum lelaki yang di luar kodratnya, supaya kaum wanita terlepas dari kemuliaan, kehormatannya, dan tampil menarik di hadapan para lelaki. Hingga dapat dimanfaatkan dengan harga murah dan mudah selama masih mempunyai daya tarik. Sebaliknya, jika sudah surut pesonanya, maka ia pun dipinggirkan.
BERBUSANA MUSLIMAH HUKUMNYA WAJIBPersoalan hijab (busana muslimah yang sempurna) tidak membutuhkan ijtihad seorang ulama. Sebab dasar perintahnya sangat jelas terdapat dalam Al-Qur‘ân. Allâh Ta'âla berfirman :

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin
agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.
Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs al-Ahzâb/33:59)Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:
"Allâh berfirman untuk memerintahkan Rasul-Nya supaya menitahkan kaum muslimah mukminah secara khusus kepada istri-istri dan putri-putri beliau untuk mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Supaya dapat dibedakan dengan wanita-wanita jahiliyyah dan ciri khas budak-budak wanita. Yang
dimaksud dengan jilbab, yaitu kain yang berada di atas khimâr (penutup kepala)."
Syaikh as-Sa’di rahimahullâh mengatakan:
"Inilah ayat yang disebut sebagai ayat hijaab. Allâh memerintahkan Nabi-Nya supaya meminta kaum wanita (muslimah) secara umum, dan Allâh memulainya dengan penyebutan istri-istri dan putri-putri beliau. Karena mereka merupakan pihak yang paling dituntut (untuk melaksanakannya) dibandingkan wanita lainnya. Orang yang akan memerintahkan orang (wanita) lain, seyogyanya mengawalinya dari keluarganya sebelum orang lain.
Allâh Ta'âla berfirman:

'Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…'
(Qs at-Tahrîm/66:6)
Artinya, di sini mereka diminta untuk menutupi wajah-wajah, leher-leher dan dada-dada mereka. Kemudian Allâh memberitahukan hikmah yang terkandung di balik aturan ini. Yakni "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu". Ini menunjukkan, munculnya gangguan itu terjadi ketika kaum wanita tidak mengenakan hijab. Pasalnya, ketika tubuh wanita tidak tertutup dengan sebaik-baiknya (wanita tidak berhijab), mungkin saja timbul prasangka bahwa wanita itu bukan wanita baik-baik.
Dampaknya, lelaki yang hatinya sakit akan mengganggu dan menyakiti mereka. Atau mungkin saja mereka akan dihinakan, karena dianggap budak. Karenanya, orang yang mengganggu tidak berpikir panjang. Jadi, hijab merupakan penangkis hasrat-hasrat para lelaki yang rakus kepada kaum wanita…"
(Tafsir as-Sa’di secara ringkas).
KAUM WANITA MESTI BELAJAR AGAMAUsaha perlawanan terhadap gerakan-gerakan yang membahayakan keutuhan umat wajib ditempuh, terutama oleh kaum wanita itu sendiri. Faktor terpenting yang telah menyeret wanita sehingga mengikuti budaya-budaya yang tidak bermoral, ialah karena unsur jahâlah (ketidaktahuan) terhadap agamanya.
Kebaikan yang sebenarnya bagi kaum wanita, ialah munculnya motivasi dari diri mereka untuk mempelajari hukum-hukum agama, serta kewajiban-kewajiban yang wajib mereka pikul, supaya diri mereka suci dan terjaga dari moral rendah ataupun sumber-sumber kenistaan.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِـيْ الدِّيْنِ
"Barang siapa dikehendaki kebaikan oleh Allâh padanya,
niscaya Dia akan mencerdaskannya dalam masalah agama."
(HR al-Bukhari dan Muslim)
Secara historis, konsistensi kaum muslimah dengan aturan-aturan Allâh Ta'âla dan nilai-nilai Islam dan moralitasnya merupakan jalan terbaik, dan sarana paling penting untuk memberdayakan kaum wanita dalam pembentukan keluarga, perbaikan dan pengokohan peradaban umat manusia.
KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ULAMAAdanya fenomena negatif yang telah menghinggapi dan menyelimuti kaum wanita (remaja maupun dewasa), maka menjadi kewajiban orang-orang yang memegang kendali perwalian (wilayah) untuk memperhatikan mereka dengan sebaik-baiknya. Memberinya pendidikan dan pembinaan, serta membentengi mereka dari segala pengaruh yang merusak.
Terutama pada masa belakangan ini yang sarat dengan gelombang fitnah dan godaan yang menyergap dari segala penjuru. Para wali itulah yang memikul tanggung jawab yang besar ketika anak perempuan, istri maupun wanita-wanita yang menjadi tanggung jawabnya melakukan tindak penyelewengan.
Secara khusus, kebanyakan saluran informasi (media massa) yang beraneka-ragam bentuknya merupakan bagian dari panah beracun yang dibidikkan para musuh Islam untuk mengobrak-abrik para pembina generasi Islam dan pencetak ksatria masa depan (kaum muslimah). Setidaknya, para musuh Islam telah berhasil merealisasikan tujuannya saat para wali kaum muslimah kurang semangat dalam memikul tanggung jawab dan menyia-nyiakan amanah yang luar biasa besarnya itu, kecuali orang-orang yang dirahmati oleh Allâh.
Allâh Ta'âla berfirman:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita…."
(Qs an-Nisâ‘/4:34)إِنَّ الرِّ جَالَ النَّاظِرِيْنَ إِلَـى النِّسَاءِ
مِثْلُ السِبَاعِ تَطُوْفُ بِاللَّحْمَانِ
إِنْ لَـمْ تَصُنْ تِلْكَ اللُّحُوْمَ أُسُوْدُهَا
أُكِلَتْ بِلاَ عِوَضٍ وَ لاَ أَثْـمَانِ
Sungguh, para lelaki yang melihat kaum wanita,
bak serigala-serigala yang mengitari setumpuk daging.
Jika singa-singa tidak menjaga daging-daging itu,
niscaya akan disantap tanpa timbalbalik maupun harga
Melihat adanya sejumlah orang yang mengadopsi dan mempropagandakan pemikiran liberalisme di tengah masyarakat muslim, dan lantaran muatan negatifnya dalam bentuk penentangan kepada Allâh dan Rasul-Nya, maka Syaikh Shalih Alu Syaikh berpesan, bahwa termasuk hal yang penting, yaitu adanya gerakan ulama, para mahasiswa, dan orang-orang yang mempunyai perhatian besar terhadap kebaikan untuk menghadang ancaman-ancaman itu, menumbangkan syubhat-syubhat mereka, dan membuka kedok mereka.
Diangkat dari kutaib al-Mar‘atu Baina Takrîmil-Islâmi wa Da’awat,Tahrîr Muhammad bin Nâshir al ‘Uraini.Pengantar: Syaikh Shalih bin ‘Abdil-’Azîz bin Muhammad Alu Syaikh,Cetakan V, Tahun 1425

Kamis, 01 Agustus 2013

apa yang membuatmu menangis duhai saudaraku

Orang-Orang Shalih Terdahulu Yang Menangis Karena Takut Kepada Allah
1. Abdussalam (mantan budak Maslamah bin Abdul Malik) berkata, “Umar bin Abdul Aziz pernah menangis, lalu Fathimah ikut menangis. Namun mereka tidak tahu apa yang membuat mereka menangis. Ketika mereka selesai menangis, Fathimah bertanya, “Ya Amirul Mukminin, mengapa anda menangis?” Umar menjawab, “Fathimah, aku teringat hari dimana manusia dipisahkan dari hadapan Allah; satu kelompok di dalam Surga dan kelompok lainnya di dalam Neraka.” Kemudian ia berteriak dan pingsan. [Hilyatul Auliya' 5/269]
2. Apabila Umar bin Abdul Aziz mendengar pembicaraan tentang kematian, maka tubuhnya menggelepar seperti burung dan menangis sampai air matanya mengalir di jenggotnya.” [Hilyatul Auliya' 3/316]
3. Hani’ (mantan budak Utsman bin Affan) berkata, “Apabila Utsman bin Affan berdiri di atas kuburan, ia menangis hingga jenggotnya basa oleh air mata.” [Hilyatul Auliya' 1/61]
4. Malik bin Anas berkata, “Muhammad bin Munkadir adalah penghulu para pembaca. Hampir setiap kali ada orang yang bertanya kepadanya tentang hadits, ia selalu menangis.” [Hilyatul Auliya' 2/147]
5. Abu Ayyub al-A’raj berkata, “Sa’id bin Jubair selalu menangis di malang hari sampai rabun.” [Hilyatul Auliya' 4/272]
6. Sa’id bin Jubair berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih perhatian terhadap kemuliaan Baitullah ini daripada orang Bashrah. Pada suatu malam aku pernah melihat seorang wanita muda bergelayutan pada tirai Ka’bah. Ia memanjarkan doa, menangis dan menghiba sampai meninggal dunia.” [Hilyatul Auliya' 4/276]
7. Ali bin Abdillah berkata, Kami pernah bersama Yahya bin Sa’id al-Qaththan. Ketika ia keluar dari masjid, kami pun keluar bersamanya. Tatkala tiba di pintu rumahnya ia berdiri, dan kami pun berdiri. Lalu ia berkata kepada seorang pria, “Bacalah!” Pria itu pun membaca surat ad-Dukhan. Ketika ia mulai membaca aku melihat Yahya bin Sa’id berubah, hingga ketika sampai pada ayat,
Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]
Tiba-tiba Yahya menjerit dan pingsan. Ia baru siuman setelah sekian lama. Kemudian kami menemuinya. Ternyata ia tengah tertidur di atas pembaringannya serayas membaca, “Sesungguhnya hari keputusan itu adalah waktu yang dijanjikan bagi mereka semuanya.” [QS.ad Dukhan:40]. Maka keadaan itu terus berlangsung sampai ia meninggal dunia. [Hilyatul Auliya' 8/383]
Sumber: Disalin dari 1000 Hikmah Ulama Salaf, Bab.Menangis Karena Allah, Hal. 335 dst, Penerbit Elba.

INFO KAJIAN UII YOGYAKARTA


Bersama : Ustadz Afifi Abdul Wadud
pembahasan : Kitab Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Utsaimin rahimahullah
Waktu :Ba'da Ashar
Tempat : Masjid Ulil Albab UII

*Disediakan makanan ringan selesai kajian


Allah ta'ala berfirman:
artinya :" katakanlah: apakah sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu ( az-zumar: 9)"

kiat menggapai bahagia

Sudah punya sepeda, ingin punya motor. Sudah punya motor, ingin punya mobil. Sudah punya mobil ingin punya kereta. Sudah punya kereta. Ingin punya kapal pesiar. Sudah punya kapal pesiar, ingin punya pesawat pribadi. Sudah punya pesawat, ingin punya pulau pribadi. Ujung-ujungnya ingin punya segalanya. Hidupnya tidak pernah damai. Hatinya tidak pernah tentram. Karena jiwanya selalu ingin memiliki apa saja yang diingini. Segalanya harus jadi milikinya. Padahal Allah lah pemilik segala apa yang ada. Tidak pernah mensyukuri apa yang sudah ia terima. Tidak pernah merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya.
Ini bukanlah cerminan seorang muslim. Ini bukan sifat seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Seorang mu`min adalah orang yang pandai bersyukur kepada Allah. Seberapaun rizqi yang ia dapat, selalu ia jadikan sarana taat, sebagai wujud terima kasih kepada Allah yang maha kuat. Meski sedikit yang ia miliki, tetap ia syukuri. Ia yakin Allah maha tahu segalanya. Maha baik. Memiliki taqdir yang sangat sempurna dan baik bagi seluruh hamba.
Maka hidupnya pun penuh bahagia. Meski ia bukan orang kaya, tapi ia merasa paling sejahtera. Meski perabotan rumah tak sebanyak di rumah si kaya, tapi baginya rumahnya adalah termewah. Meski kendaraan hanya sepeda butut, baginya itu harta paling berharga. Dan memang, “Orang yang tidak mendapat harta sudah selayaknya bersifat qana’ah. Sedangkan bagi yang mendapatkan harta hendaknya digunakan dengan baik,dan dermawan,” tutur Ibnu Qudamah dalam Minhaj Al-Qashidinhal.259.
Ini semua implikasi sikap qana’ah kepada Allah pencipta alam semesta. Qana’ah lah yang membuat si mu`min merasa menjadi orang paling bahagia. Kaya baginya adalah kaya jiwa, bukan banyak harta. Sebab terkadang harta menjadi fitnah dunia yang membuat kehidupan akhirat sengsara. Dan kaya bukan jaminan hidup bahagia nan sejahtera.
Memaknai Qana’ah
Qana’ah adalah engkau ridha dan menerima pemberian Allah kepadamu, dalam kehidupan dunia ini, baik sedikit atau banyak. Engkau menyerahkan urusanmu kepada Rabbmu. Engkau mengetahui dengan yakin bahwa Allah lebih tahu, lebih penyayang terhadapmu daripada dirimu sendiri. Demikian ungkap Asy-Syaikh ‘Abdul Ilah bin Ibrahim Dawud dalam karyanya Al-Qana’ah halaman 18.
Qana’ah adalah sifat yang utama. Hanya orang-orang yang dikehendakiNya yang memiliki sifat qana’ah. Islam menganjurkan pemeluknya untuk bersifat qana’ah. Qana’ah adalah akhlak mulia. Bersyukurlah mereka yang memilikinya. Itu adalah karunia Allah yang sangat berharga.Namun qana’ah bisa mewujud dalam jiwa dengan usaha dan doa.
Kata Nabi,
قد أفلح من أسلم، ورزق كفافا، وقنعه الله بما آتاه
Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, lantas diberi kecukupan dan Allah menjadikannya sebagai orang yang ridho terhadap apa yang diberikan kepadanya.” [Shahih: Shahih Muslim no.1054]
Rasulullah pernah menasehati Abu Hurairah,
وكن قنعا تكن أشكر الناس
Jadilah orang yang qana’ah, niscaya engkau akan menjadi manusia yang paling bersyukur.” [Shahih: Sunan Ibnu Majah no.4217. Dishahihkan Al-Muhaddits Al-Albani dalam tahqiq terhadapnya]
Di lain kesempatan, beliau shallallah ‘alaih wa sallam menasehati Abu Hurairah,
وارض بما قسم الله لك تكن أغنى الناس
Dan ridhailah segala apa yang dibagikan Allah kepadamu, niscaya kamu akan menjadi manusia paling kaya.” [Shahih: Sunan At-Tirmidzi no.2305; Musnad Al-Imam Ahmad 2/310. Dishahihkan Al-Muhaddits Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 930]
Nabi juga menolak anggapan bahwa kaya adalah kaya harta. Sebab kaya yang hakiki adalah “kaya hati”. Beliau shallallah ‘alaih wa sallam berkata,
ليس الغنى عن كثرة العرض. ولكن الغنى غنى النفس
Bukanlah yang dinamakan kaya itu dengan banyaknya harta. Akan tetapi kaya adalah kaya hati.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 6446; Shahih Muslim no.1051]
“Makna hadits ini bahwa kaya yang terpuji adalah kayanya jiwa, merasa cukup dan tidak bernafsu terhadap perhiasan dunia. Karena banyaknya harta akan mendorong smangat untuk terus bernafsu menambah hartanya. Orang yang selalu meminta tambahan adalah orang yang tidak merasa cukup dengan apa yang dimiliki, maka orang yang semacam ini bukan orang yang kaya,” jelas Al-Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj syarh Shahih Muslim IV/3.
Manisnya Qana’ah
Barangsiapa yang merasa cukup dengan pemberian Allah, kata Al-Mufassir As-Sa’di, maka dia adalah orang kaya sejati, sekalipun sedikit hasil yang ia dapati. Bukanlah kaya itu dengan banyaknya harta, tetapi hakekat kaya adalah kaya hatinya. Dengan menjaga diri dari meminta-minta dna merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wa ta’ala, maka sempurnalah kebahagiaan hidup bagi seorang hamba, mendapat nikmat dunia dan qana’ah dengan apa yang Allah berikan padanya. [Bahjah Qulub Al-Abrar hal.73]
Rasulullah berkata, maknanya, “Barangsiapa merasa/meminta kecukupan, maka Allah mencukupinya.” [Shahih Al-Bukhari no.1427; Shahih Muslim no.2471] Sungguh beruntung, kata Nabi, orang yang diberi petunjuk ke dalam agama Islam, kehidupannya serba kecukupan dan dia qana’ah. [Shahih: Sunan At-Tirmidzi no. 2349, Al-Mustadrak 1/35. Dishahihkan Al-Muhaddits Al-Albani di Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1506]
Orang yang memiliki karakter qana’ah, maka hidupnya penuh cinta. Cinta Allah dan cinta manusia. Nabi mengungkapkan,
ازهد في الدنيا يحبك الله وازهد فيما عند الناس يحبك الناس
Bersikap zuhudlah di dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan berlaku zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia mencintaimu.” [Hasan: Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no.944]
Asy-Syaikh ‘Abdul Ilah bin Ibrahim Dawud dalam Al-Qana’ah halaman 88 mengatakan, “Bukanlah kebahagiaan itu dengan terwujudnya segala keinginan materiil, bukan juga yang bersifat kelezatan atau menuruti hawa nafsu. Akan tetapi kebahagiaan jiwa adalah dengan ridha dan qana’ah.”
Kita bisa melihat kebanyakan manusia ditimpa dengan penyakit bimbang, sedih, dan selalu was-was, hatinya merasa sempit, kemudian dia baru menyadari betapa pentingnya sehat dari penyakit semacam ini, pemberian Allah berupa kelapangan jiwa. Bahkan orang-orang yang miskin acap kali mengalahkan orang-orang kaya dalam nikmat semacam ini, nikmat qanaah dan lapangnya hati. [Bahjah Qulub Al-Abrar hal. 46]
Dalam Apa Kita Qana’ah?
Kita qana’ah tidak dalam segala aspek kehidupan. Kita diperintahkan qana’ah hanya dalam perkara dunia.sebab dalam perkara ilmu dan akhirat, kita harus selalu merasa tamak dan miskin. Bukan sebaliknya, kita merasa selalu miskin dalam hal dunia.
Nabi Muhammad menasehatkan, artinya, “Lihatlah orang yang berada di bawah anda (dalam hal duniawi—pen) dan jangan melihat orang yang ada di atas anda. Karena hal itu akan lebih menjadikan anda tidak meremehkan nikmat Allah.” [Shahih: Shahih Muslim no. 7619]
Ada Teladan dalam Pribadi Nabi Kita
Nabi Muhammad adalah sosok yang paling qana’ah dan zuhud terhadap dunia. Dunia bagi Nabi hanya persinggahan sementara. Tempat mengumpulkan bekal untuk mengarungi kehidupan di akhirat sana. Kita melihat betapa Nabi yang memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah, dan sangat mudah bagi Allah untuk memberikan kepada Nabi kekayaan sebagaimana yang diberikan Allah pada Nabi Sulaiman, akan tetapi Nabi memilih hidup secukupnya. Dan Nabi senantiasa zuhud dan qana’ah.
Aisyah, istri beliau, pernah berkisah, “Sungguh Rasulullah telah meninggalkan dunia, dan beliau tidak pernah kenyang sebanyak dua kali dari makan roti dan minyak dalam sehari.” [Shahih: Shahih Muslimno. 2974] Di lain waktu, Aisyah juga menceritakan, “Sesungguhnya kami melihat hilal pergantian bulan dalam kurun waktu dua bulan, dan selam itu tidak ada nyala api di rumah Rasulullah. (Tidak ada yang dimasak—pen). Yang ada hanya air dan kurma. Hanya saja kadang-kadang ada tetangga dari kaum Anshor yang memberikan susu, beliau meminumnya dan memberikannya kepada kami.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 2428; Shahih Muslim no. 2972]
Latihan untuk Meraih Karakter Qana’ah
Ada banyak cara agar kita memiliki karakter qana’ah. Di antaranya,
  1. Ketahui keutamaan qana’ah
  2. Kita harus yakin bahwa Allah telah menjamin dan menetapkan rizqi bagi seluruh makhluk ciptaannya sekalipun hewan yang melata, ikan di laut, burung di langit, apalagi kita, manusia yang diamanahi untuk beribadah kepada Allah saja.
  3. Jangan takut masa depan. Semua yang ada, telah Allah tetapkan taqdirnya. Kita tidak akan diterlantarkan oleh Allah. Namun tentu dengan syarat kita harus berusaha.
  4. Ingat, harta bisa jadi sumber fitnah.
Betapa banyak seorang yang dulunya miskin dan taat kepada Allah, ahli ibadah, kemudian ketika harta menghampiri hidupnya, ia melupakan Allah, ia mendurhakainya. Maka beruntunglah jika kita miskin harta namun kaya jiwa kita.
  1. Sabar dan syukur, ciri mu`min sejati.
Nabi Muhammad berkata
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ لَهُ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh mengagumkan perkara seorang mu`min. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mu`min. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” [Shahih: Shahih Muslim no.7425]
  1. Lihatlah orang yang lebih miskin harta daripada anda.
Nabi Muhammad menasehatkan, artinya, “Lihatlah orang yang berada di bawah anda (dalam hal duniawi—pen) dan jangan melihat orang yang ada di atas anda. Karena hal itu akan lebih menjadikan anda tidak meremehkan nikmat Allah.” [Shahih: Shahih Muslim no.7619]
  1. Latihlah diri anda untuk hidup hemat, maka qana’ah akan segera anda dapat
Nabi Muhammad menyebutkan tiga perkara yang bisa menyelamatkan, satu di antaranya adalah hemat ketika kaya dan miskin. [Hadits hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no.1802]
  1. Berdoa kunci utama.
Di antar doa yang biasa dipanjatkan Nabi adalah,
اللهم إني أسألك الهدى والتقى، والعفاف والغنى
Wahai Allah, sesungguhnya aku meminta kepadamu petunjuk, taqwa, menjaga diri dari keburukan, dan kecukupan/kekayaan.” [Shahih: Shahih Muslim no. 2721]
Dalam bukunya Bahjah Qulub Al-Abrar halaman 73, Al-Mufassir As-Sa’di mengomentari doa ini, “Terkandung di dalamnya agar merasa cukup dari apa yang ada pada manusia, tidak bergantung pada mereka, merasa cukup dengan pemberian Allah berupa rizqi. Tergapainya ketenangan hati karena selalu merasa cukup yang dengannya akan sempurna kebahagiaan hidup di dunia, dan ketenangan hati yaitu kehidupan yang baik.”
Surabaya, 30 Dzul Qa’dah 1431
Ditulis oleh Brilly El-Rasheed (brillyyudhowillianto@gmail.com)
Copy Right © 1431 Brilly El-Rasheed
Disebarkan oleh www.thaybah.or.id