Kamis, 01 Agustus 2013

kiat menggapai bahagia

Sudah punya sepeda, ingin punya motor. Sudah punya motor, ingin punya mobil. Sudah punya mobil ingin punya kereta. Sudah punya kereta. Ingin punya kapal pesiar. Sudah punya kapal pesiar, ingin punya pesawat pribadi. Sudah punya pesawat, ingin punya pulau pribadi. Ujung-ujungnya ingin punya segalanya. Hidupnya tidak pernah damai. Hatinya tidak pernah tentram. Karena jiwanya selalu ingin memiliki apa saja yang diingini. Segalanya harus jadi milikinya. Padahal Allah lah pemilik segala apa yang ada. Tidak pernah mensyukuri apa yang sudah ia terima. Tidak pernah merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya.
Ini bukanlah cerminan seorang muslim. Ini bukan sifat seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Seorang mu`min adalah orang yang pandai bersyukur kepada Allah. Seberapaun rizqi yang ia dapat, selalu ia jadikan sarana taat, sebagai wujud terima kasih kepada Allah yang maha kuat. Meski sedikit yang ia miliki, tetap ia syukuri. Ia yakin Allah maha tahu segalanya. Maha baik. Memiliki taqdir yang sangat sempurna dan baik bagi seluruh hamba.
Maka hidupnya pun penuh bahagia. Meski ia bukan orang kaya, tapi ia merasa paling sejahtera. Meski perabotan rumah tak sebanyak di rumah si kaya, tapi baginya rumahnya adalah termewah. Meski kendaraan hanya sepeda butut, baginya itu harta paling berharga. Dan memang, “Orang yang tidak mendapat harta sudah selayaknya bersifat qana’ah. Sedangkan bagi yang mendapatkan harta hendaknya digunakan dengan baik,dan dermawan,” tutur Ibnu Qudamah dalam Minhaj Al-Qashidinhal.259.
Ini semua implikasi sikap qana’ah kepada Allah pencipta alam semesta. Qana’ah lah yang membuat si mu`min merasa menjadi orang paling bahagia. Kaya baginya adalah kaya jiwa, bukan banyak harta. Sebab terkadang harta menjadi fitnah dunia yang membuat kehidupan akhirat sengsara. Dan kaya bukan jaminan hidup bahagia nan sejahtera.
Memaknai Qana’ah
Qana’ah adalah engkau ridha dan menerima pemberian Allah kepadamu, dalam kehidupan dunia ini, baik sedikit atau banyak. Engkau menyerahkan urusanmu kepada Rabbmu. Engkau mengetahui dengan yakin bahwa Allah lebih tahu, lebih penyayang terhadapmu daripada dirimu sendiri. Demikian ungkap Asy-Syaikh ‘Abdul Ilah bin Ibrahim Dawud dalam karyanya Al-Qana’ah halaman 18.
Qana’ah adalah sifat yang utama. Hanya orang-orang yang dikehendakiNya yang memiliki sifat qana’ah. Islam menganjurkan pemeluknya untuk bersifat qana’ah. Qana’ah adalah akhlak mulia. Bersyukurlah mereka yang memilikinya. Itu adalah karunia Allah yang sangat berharga.Namun qana’ah bisa mewujud dalam jiwa dengan usaha dan doa.
Kata Nabi,
قد أفلح من أسلم، ورزق كفافا، وقنعه الله بما آتاه
Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, lantas diberi kecukupan dan Allah menjadikannya sebagai orang yang ridho terhadap apa yang diberikan kepadanya.” [Shahih: Shahih Muslim no.1054]
Rasulullah pernah menasehati Abu Hurairah,
وكن قنعا تكن أشكر الناس
Jadilah orang yang qana’ah, niscaya engkau akan menjadi manusia yang paling bersyukur.” [Shahih: Sunan Ibnu Majah no.4217. Dishahihkan Al-Muhaddits Al-Albani dalam tahqiq terhadapnya]
Di lain kesempatan, beliau shallallah ‘alaih wa sallam menasehati Abu Hurairah,
وارض بما قسم الله لك تكن أغنى الناس
Dan ridhailah segala apa yang dibagikan Allah kepadamu, niscaya kamu akan menjadi manusia paling kaya.” [Shahih: Sunan At-Tirmidzi no.2305; Musnad Al-Imam Ahmad 2/310. Dishahihkan Al-Muhaddits Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 930]
Nabi juga menolak anggapan bahwa kaya adalah kaya harta. Sebab kaya yang hakiki adalah “kaya hati”. Beliau shallallah ‘alaih wa sallam berkata,
ليس الغنى عن كثرة العرض. ولكن الغنى غنى النفس
Bukanlah yang dinamakan kaya itu dengan banyaknya harta. Akan tetapi kaya adalah kaya hati.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 6446; Shahih Muslim no.1051]
“Makna hadits ini bahwa kaya yang terpuji adalah kayanya jiwa, merasa cukup dan tidak bernafsu terhadap perhiasan dunia. Karena banyaknya harta akan mendorong smangat untuk terus bernafsu menambah hartanya. Orang yang selalu meminta tambahan adalah orang yang tidak merasa cukup dengan apa yang dimiliki, maka orang yang semacam ini bukan orang yang kaya,” jelas Al-Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj syarh Shahih Muslim IV/3.
Manisnya Qana’ah
Barangsiapa yang merasa cukup dengan pemberian Allah, kata Al-Mufassir As-Sa’di, maka dia adalah orang kaya sejati, sekalipun sedikit hasil yang ia dapati. Bukanlah kaya itu dengan banyaknya harta, tetapi hakekat kaya adalah kaya hatinya. Dengan menjaga diri dari meminta-minta dna merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wa ta’ala, maka sempurnalah kebahagiaan hidup bagi seorang hamba, mendapat nikmat dunia dan qana’ah dengan apa yang Allah berikan padanya. [Bahjah Qulub Al-Abrar hal.73]
Rasulullah berkata, maknanya, “Barangsiapa merasa/meminta kecukupan, maka Allah mencukupinya.” [Shahih Al-Bukhari no.1427; Shahih Muslim no.2471] Sungguh beruntung, kata Nabi, orang yang diberi petunjuk ke dalam agama Islam, kehidupannya serba kecukupan dan dia qana’ah. [Shahih: Sunan At-Tirmidzi no. 2349, Al-Mustadrak 1/35. Dishahihkan Al-Muhaddits Al-Albani di Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1506]
Orang yang memiliki karakter qana’ah, maka hidupnya penuh cinta. Cinta Allah dan cinta manusia. Nabi mengungkapkan,
ازهد في الدنيا يحبك الله وازهد فيما عند الناس يحبك الناس
Bersikap zuhudlah di dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan berlaku zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia mencintaimu.” [Hasan: Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no.944]
Asy-Syaikh ‘Abdul Ilah bin Ibrahim Dawud dalam Al-Qana’ah halaman 88 mengatakan, “Bukanlah kebahagiaan itu dengan terwujudnya segala keinginan materiil, bukan juga yang bersifat kelezatan atau menuruti hawa nafsu. Akan tetapi kebahagiaan jiwa adalah dengan ridha dan qana’ah.”
Kita bisa melihat kebanyakan manusia ditimpa dengan penyakit bimbang, sedih, dan selalu was-was, hatinya merasa sempit, kemudian dia baru menyadari betapa pentingnya sehat dari penyakit semacam ini, pemberian Allah berupa kelapangan jiwa. Bahkan orang-orang yang miskin acap kali mengalahkan orang-orang kaya dalam nikmat semacam ini, nikmat qanaah dan lapangnya hati. [Bahjah Qulub Al-Abrar hal. 46]
Dalam Apa Kita Qana’ah?
Kita qana’ah tidak dalam segala aspek kehidupan. Kita diperintahkan qana’ah hanya dalam perkara dunia.sebab dalam perkara ilmu dan akhirat, kita harus selalu merasa tamak dan miskin. Bukan sebaliknya, kita merasa selalu miskin dalam hal dunia.
Nabi Muhammad menasehatkan, artinya, “Lihatlah orang yang berada di bawah anda (dalam hal duniawi—pen) dan jangan melihat orang yang ada di atas anda. Karena hal itu akan lebih menjadikan anda tidak meremehkan nikmat Allah.” [Shahih: Shahih Muslim no. 7619]
Ada Teladan dalam Pribadi Nabi Kita
Nabi Muhammad adalah sosok yang paling qana’ah dan zuhud terhadap dunia. Dunia bagi Nabi hanya persinggahan sementara. Tempat mengumpulkan bekal untuk mengarungi kehidupan di akhirat sana. Kita melihat betapa Nabi yang memiliki kedudukan yang mulia di sisi Allah, dan sangat mudah bagi Allah untuk memberikan kepada Nabi kekayaan sebagaimana yang diberikan Allah pada Nabi Sulaiman, akan tetapi Nabi memilih hidup secukupnya. Dan Nabi senantiasa zuhud dan qana’ah.
Aisyah, istri beliau, pernah berkisah, “Sungguh Rasulullah telah meninggalkan dunia, dan beliau tidak pernah kenyang sebanyak dua kali dari makan roti dan minyak dalam sehari.” [Shahih: Shahih Muslimno. 2974] Di lain waktu, Aisyah juga menceritakan, “Sesungguhnya kami melihat hilal pergantian bulan dalam kurun waktu dua bulan, dan selam itu tidak ada nyala api di rumah Rasulullah. (Tidak ada yang dimasak—pen). Yang ada hanya air dan kurma. Hanya saja kadang-kadang ada tetangga dari kaum Anshor yang memberikan susu, beliau meminumnya dan memberikannya kepada kami.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 2428; Shahih Muslim no. 2972]
Latihan untuk Meraih Karakter Qana’ah
Ada banyak cara agar kita memiliki karakter qana’ah. Di antaranya,
  1. Ketahui keutamaan qana’ah
  2. Kita harus yakin bahwa Allah telah menjamin dan menetapkan rizqi bagi seluruh makhluk ciptaannya sekalipun hewan yang melata, ikan di laut, burung di langit, apalagi kita, manusia yang diamanahi untuk beribadah kepada Allah saja.
  3. Jangan takut masa depan. Semua yang ada, telah Allah tetapkan taqdirnya. Kita tidak akan diterlantarkan oleh Allah. Namun tentu dengan syarat kita harus berusaha.
  4. Ingat, harta bisa jadi sumber fitnah.
Betapa banyak seorang yang dulunya miskin dan taat kepada Allah, ahli ibadah, kemudian ketika harta menghampiri hidupnya, ia melupakan Allah, ia mendurhakainya. Maka beruntunglah jika kita miskin harta namun kaya jiwa kita.
  1. Sabar dan syukur, ciri mu`min sejati.
Nabi Muhammad berkata
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ لَهُ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh mengagumkan perkara seorang mu`min. Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan baginya. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh seorangpun kecuali seorang mu`min. Jika mendapatkan kelapangan ia bersyukur, maka yang demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kemudaratan/kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu baik baginya.” [Shahih: Shahih Muslim no.7425]
  1. Lihatlah orang yang lebih miskin harta daripada anda.
Nabi Muhammad menasehatkan, artinya, “Lihatlah orang yang berada di bawah anda (dalam hal duniawi—pen) dan jangan melihat orang yang ada di atas anda. Karena hal itu akan lebih menjadikan anda tidak meremehkan nikmat Allah.” [Shahih: Shahih Muslim no.7619]
  1. Latihlah diri anda untuk hidup hemat, maka qana’ah akan segera anda dapat
Nabi Muhammad menyebutkan tiga perkara yang bisa menyelamatkan, satu di antaranya adalah hemat ketika kaya dan miskin. [Hadits hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no.1802]
  1. Berdoa kunci utama.
Di antar doa yang biasa dipanjatkan Nabi adalah,
اللهم إني أسألك الهدى والتقى، والعفاف والغنى
Wahai Allah, sesungguhnya aku meminta kepadamu petunjuk, taqwa, menjaga diri dari keburukan, dan kecukupan/kekayaan.” [Shahih: Shahih Muslim no. 2721]
Dalam bukunya Bahjah Qulub Al-Abrar halaman 73, Al-Mufassir As-Sa’di mengomentari doa ini, “Terkandung di dalamnya agar merasa cukup dari apa yang ada pada manusia, tidak bergantung pada mereka, merasa cukup dengan pemberian Allah berupa rizqi. Tergapainya ketenangan hati karena selalu merasa cukup yang dengannya akan sempurna kebahagiaan hidup di dunia, dan ketenangan hati yaitu kehidupan yang baik.”
Surabaya, 30 Dzul Qa’dah 1431
Ditulis oleh Brilly El-Rasheed (brillyyudhowillianto@gmail.com)
Copy Right © 1431 Brilly El-Rasheed
Disebarkan oleh www.thaybah.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar